Posted on 24 Agu 2022
Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) adalah salah satu dari 23 dokumen kependudukan yang merupakan output dari pelayanan Administrasi Kependudukan (Adminduk) oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dinas Dukcapil) kabupaten/kota sebagai Instansi Pelaksana pelayanan Adminduk.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, KTP-el adalah Kartu Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana.
Dalam KTP-el terdapat setidaknya 11 elemen data penduduk, yaitu NIK, nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, agama, status perkawinan, pekerjaan, kewarganegaraan, foto diri, dan tanda tangan.
Adapun elemen data penduduk yang terdapat dalam KTP-el merupakan bagian dari data kependudukan. Data kependudukan itu sendiri merupakan data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
Sebagai identitas resmi penduduk, KTP-el menjadi identitas tunggal yang wajib dimiliki oleh setiap penduduk (WNI atau Orang Asing) yang memenuhi syarat (usia 17 tahun dan pernah/sudah menikah).
Salah satu elemen data yang terdapat dalam KTP-el dan menjadi bagian dari data kependudukan adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.
NIK berlaku dan melekat selamanya pada setiap penduduk dari lahir bahkan dibawa setelah meninggal dunia. NIK penduduk yang meninggal dunia tidak bisa dialihkan atau dipakai lagi oleh orang lain.
Oleh karenannya, NIK menjadi Nomor Identitas Tunggal (Single Identity Number/SIN) sebagai kunci akses setiap penduduk (anak, dewasa, orang tua) untuk mendapatkan berbagai layanan publik.
Dengan demikian, keberadaan NIK, data kependudukan dan KTP-el menjadi satu kesatuan yang utama dalam penyelenggaraan dan pelayanan Administrasi Kependudukan di Indonesia.
Selain itu, berdasarkan Pasal 62 ayat (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun, data kependudukan digunakan untuk semua keperluan, antara lain untuk pemanfaatan pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, penegakan hukum dan pencegahan kriminal.
Pemanfaatan data kependudukan secara teknis diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2015 Tentang Persyaratan Ruang Lingkup dan Tata Cara Pemberian Hak Akses Serta Pemanfaatan NIK, Data Kependudukan dan KTP-el.
Pemanfaatan NIK, data kependudukan, dan KTP-el diawali dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kementerian Dalam Negeri dengan lembaga tersebut, baik lembaga pemerintah maupun lembaga swasta. Lembaga yang sudah menjalin kerjasama ini dikenal dengan “lembaga pengguna data” yang diberi “hak akses” terhadap data kependudukan.
Pasal 1 ayat (8) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2015 menyebutkan bahwa pengguna data adalah lembaga negara, kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dan/atau badan hukum Indonesia yang memerlukan informasi data kependudukan sesuai dengan bidangnya.
Selanjutnya pada ayat (9), dinyatakan bahwa “hak akses” adalah hak yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada petugas yang ada pada Penyelenggara, Instansi Pelaksana dan Pengguna untuk dapat mengakses database kependudukan sesuai dengan izin yang diberikan.
Pemanfaatan data kependudukan dibagi dalam 3 level, yaitu di tingkat pusat dengan lembaga pemerintah/swasta pusat yang secara kelembagaan merupakan lembaga vertikal, di tingkat provinsi dengan lembaga pemerintah/swasta tingkat provinsi, dan di tingkat kabupaten/kota dengan lembaga pemerintah/swasta tingkat kabupaten/kota.
Pemanfaatan data kependudukan di tingkat pusat melalui Kementerian Dalam Negeri, di provinsi melalui Dinas Dukcapil provinsi atau sebutan lain, dan di kabupaten/kota melalui Dinas Dukcapil kabupaten/kota.
Hingga September 2019, pemanfaatan NIK, data kependudukan dan KTP-el di tingkat pusat sudah mencapai 1.230 lembaga pengguna. Sementara di tingkat provinsi dan kabupaten/kota masih perlu didorong untuk peningkatan pemanfaatan data kependudukan dengan lembaga pengguna.
Dengan semakin meluasnya pemanfaatan NIK, data kependudukan dan KTP-el menunjukkan bahwa trust (kepercayaan) publik semakin meningkat seiring dengan semakin lengkap, valid dan akuratnya data kependudukan yang dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri.
Pemanfaatan data kependudukan oleh lembaga pengguna juga berdampak pada semakin cepat, efektif, dan mudahnya masyarakat mendapatkan berbagai layanan publik seperti di bidang kesehatan, pendidikan, perbankan, asuransi, bantuan sosial, subsidi, dan lain sebagainya.